Menjaga Napas Kretek: Kontribusi, Tantangan, dan Harapan Industri Kretek Nasional

Kretek Nasional

Efarinatv.net – Industri kretek nasional telah lama menjadi salah satu pilar signifikan dalam perekonomian Indonesia. Mengolah tembakau dan cengkeh lokal secara tradisional, kretek kemudian tumbuh menjadi produk kebanggaan yang bukan hanya bercita rasa khas, tetapi juga menyumbang penerimaan cukai yang besar. Dalam perkembangannya, industri ini berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi ribuan petani, pekerja pabrik, dan pelaku distribusi, sekaligus mencerminkan kearifan lokal yang menjadikannya identitas budaya penting.

Sejalan dengan itu, muncul pula beragam tantangan, mulai dari kenaikan cukai yang kian memberatkan hingga maraknya peredaran rokok ilegal. Tanpa penanganan yang komprehensif, ancaman tersebut dapat menggerus potensi besar yang ditawarkan industri kretek. Melalui ulasan berikut, mari kita telusuri bagaimana industri kretek turut membentuk perekonomian Indonesia, apa saja kendala yang dihadapi, dan bagaimana kebijakan pemerintah dapat menyeimbangkan penerimaan negara dengan kelangsungan usaha jutaan orang di sektor ini.

1. Kretek, Primadona Ekonomi Indonesia

Industri kretek nasional berawal dari proses pengolahan tembakau dan cengkeh yang diolah secara tradisional. Selama bertahun-tahun, kretek berkembang menjadi produk istimewa yang turut melambangkan keunikan budaya Indonesia. Tidak hanya disukai di pasar domestik, kretek juga memiliki peminat di mancanegara, menjadikannya salah satu potensi ekspor yang perlu dirawat.

Di balik cita rasa dan aroma khasnya, kretek menawarkan peluang ekonomi yang luas. Para petani tembakau dan cengkeh di berbagai wilayah di Indonesia mendapat kepastian pasar, sementara pabrik-pabrik rokok (terutama di daerah sentra produksi) menjadi pusat lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, kretek diakui sebagai “primadona” karena kemampuannya memutar roda ekonomi mulai dari sektor hulu hingga hilir, menciptakan rantai produksi yang melibatkan banyak pihak.

2. Memberikan Efek Pengganda pada Perekonomian

Salah satu kekuatan industri kretek adalah efek pengganda (multiplier effect) terhadap pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional. Bahan baku utama—tembakau dan cengkeh—seluruhnya diproduksi di dalam negeri, sehingga penyerapan tenaga kerja terjadi di setiap fase rantai pasok. Petani tembakau dan cengkeh mengolah lahan pertanian, sementara pekerja di pabrik bertugas melinting rokok dan mengemasnya sebelum didistribusikan ke berbagai daerah.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), M. Jusrianto, menegaskan bahwa industri kretek menyejahterakan banyak orang, terutama di daerah pertanian yang bergantung pada komoditas tembakau.

Kondisi ini menunjukkan peran kretek sebagai sektor padat karya, yang turut memacu aktivitas ekonomi lainnya, termasuk jasa angkutan, pemasaran, hingga industri pendukung seperti percetakan kemasan. Dengan menciptakan lapangan kerja dan membuka peluang usaha, industri kretek mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah.

3. Penyumbang Pajak dan Cukai Terbesar

Keunggulan lain industri kretek nasional adalah kontribusinya yang besar terhadap penerimaan negara. Jusrianto menyebutkan bahwa lebih dari 95 persen penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) berasal dari industri ini. Fakta tersebut menunjukkan betapa pemerintah sangat mengandalkan cukai rokok, terutama kretek, untuk menambah pendapatan APBN.

Posisi industri kretek sebagai penyumbang utama cukai sekaligus menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan sektor ini. Di sisi lain, besarnya pajak dan cukai yang dikenakan bisa menjadi beban berat bagi pengusaha, khususnya pabrik rokok kecil.

Ketika kenaikan cukai terjadi setiap tahun, pabrik berskala kecil kerap kesulitan menyesuaikan diri dan berisiko tutup karena tidak kuat menghadapi beban fiskal yang semakin tinggi. Hal ini menjadi dilema, karena di satu sisi negara membutuhkan penerimaan cukai yang besar, namun di sisi lain industri kretek memerlukan ruang untuk bertahan dan berkembang.

4. Tantangan Industri Kretek Nasional

Kebijakan kenaikan tarif CHT setiap tahun sering kali dianggap tidak sebanding dengan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Bagi pabrik besar, hal ini mungkin masih bisa dikelola dengan strategi efisiensi dan penyesuaian harga. Namun, bagi pabrik kecil, kenaikan tarif cukai yang signifikan dapat berdampak fatal, bahkan berpotensi menutup usaha. Di tengah kondisi tersebut, pekerja yang bergantung pada pabrik bisa saja kehilangan mata pencaharian.

Situasi ini juga merangsang masyarakat untuk mencari alternatif rokok yang lebih murah, termasuk yang ilegal. Bila hal ini dibiarkan, maka pabrik legal yang membayar cukai justru dirugikan, dan penerimaan negara berpotensi menurun.

Rokok ilegal—terutama rokok polos tanpa pita cukai—membanjiri pasar dengan harga yang jauh lebih murah. Produk ini dijual secara bebas di berbagai daerah karena pengawasan yang terbatas. Akibatnya, daya saing rokok legal menurun, sementara potensi pendapatan negara dari cukai ikut berkurang. Penegakan hukum yang lebih ketat, razia berkala, dan edukasi konsumen untuk tidak memilih produk tanpa cukai menjadi kunci utama untuk menekan maraknya peredaran rokok ilegal.

Munculnya rokok elektrik atau vape menambah tantangan baru bagi industri kretek. Produk ini sepenuhnya mengandalkan bahan baku impor, termasuk cairan nikotinnya, sehingga tidak memberi dampak berarti bagi perekonomian lokal. Konsumen yang beralih ke vape juga tidak mendukung petani tembakau dalam negeri, mengingat proses pembuatan cairan vape tidak melibatkan bahan baku lokal. Jika tren ini terus berkembang, industri kretek, terutama petani tembakau, dapat kehilangan ceruk pasar yang sebelumnya menjadi andalan.

5. Harapan dan Rekomendasi Kebijakan

Melihat berbagai tantangan tersebut, Jusrianto meminta Presiden Prabowo Subianto agar memberikan arahan yang tepat kepada kementerian dan lembaga terkait. Tujuannya adalah menemukan titik keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara dan keberlangsungan industri kretek. Beberapa langkah yang dapat ditempuh, antara lain:

  1. Meninjau Kenaikan Cukai Secara Proporsional:
    Kebijakan tarif cukai perlu mempertimbangkan kondisi industri, agar pabrik rokok kecil dan menengah tidak tumbang.
  2. Meningkatkan Pengawasan Rokok Ilegal:
    Operasi penertiban rokok polos tanpa pita cukai harus digencarkan secara konsisten. Hal ini penting untuk melindungi konsumen, menjaga penerimaan negara, dan menjaga persaingan usaha yang sehat.
  3. Menyusun Regulasi Adil untuk Rokok Elektrik:
    Pengaturan rokok elektrik yang tepat dapat melindungi petani tembakau dan produsen lokal, sehingga industri kretek tidak serta-merta kehilangan pangsa pasar di tengah tren vape.
  4. Mendukung Petani dan Pelaku Usaha Kecil:
    Pemerintah bisa memberikan pelatihan, bantuan teknologi, atau program kemitraan yang membantu pabrik kecil beradaptasi dengan perubahan regulasi, sekaligus memastikan keterlibatan petani dalam rantai pasok industri kretek tetap terjaga.

Pada akhirnya, industri kretek nasional menyimpan potensi besar, baik sebagai penyerap tenaga kerja maupun penyumbang cukai yang signifikan bagi negara. Keunikan kretek sebagai produk berbasis kearifan lokal juga menjadi nilai tambah bagi identitas Indonesia. Namun, upaya untuk menjaga kelangsungan industri ini memerlukan kebijakan komprehensif dan penegakan hukum yang tegas. Keselarasan antara kepentingan fiskal, kemajuan industri, dan kesejahteraan petani harus terus diupayakan, sehingga kretek tetap menjadi “napas” penting dalam perekonomian Indonesia di masa mendatang.

Tonton Video Program

Baca Juga