Daya Beli Petani Sumut Menurun: NTP Januari 2025 Turun 1,35%, Perkebunan dan Peternakan Terpuruk

Daya Beli Petani Sumut Menurun

Efarinatv.net – Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara melaporkan Nilai Tukar Petani (NTP) provinsi Sumut turun 1,35% pada Januari 2025, dari 146,97 (Desember 2024) menjadi 144,99. Penurunan ini merupakan yang terbesar dalam tiga tahun terakhir, setelah sebelumnya NTP stabil di kisaran 145-147 sepanjang 2023-2024.

Penurunan ini menjadi indikasi melemahnya daya beli petani, terutama bagi mereka yang bergantung pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat dan Peternakan, yang mengalami penurunan cukup signifikan.

Sementara itu, sektor Hortikultura mengalami kenaikan terbesar sebesar 6,55%, yang menjadi satu-satunya subsektor dengan pertumbuhan signifikan. Namun, kenaikan ini belum cukup untuk menahan penurunan yang lebih besar di subsektor lainnya.

1. Analisis Subsektor: Perkebunan Rakyat dan Peternakan Jadi Penyangga Terlemah

a. Perkebunan Rakyat (NTPR Turun 2,72%)

Penyebab:

  • Harga TBS Kelapa Sawit Anjlok 8,2%: Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun dari Rp1.850/kg (Desember 2024) menjadi Rp1.700/kg (Januari 2025). Penurunan ini terjadi karena kelebihan pasokan global (oversupply) akibat panen besar di Malaysia dan penurunan permintaan dari China, yang sedang mengurangi impor minyak sawit untuk menekan inflasi domestik.
  • Ekspor CPO Sumut Turun 12%: Data BPS mencatat ekspor Crude Palm Oil (CPO) Sumatera Utara pada Januari 2025 hanya 450.000 ton, turun dari 510.000 ton di bulan sebelumnya. Hal ini memperparah penumpukan stok di tingkat petani.

Dampak:

  • 72% Petani Sawit Skala Kecil Terdampak: Di Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Simalungun, petani dengan kepemilikan lahan 2-5 hektar mengalami penurunan pendapatan Rp1,2–1,8 juta per bulan. Sebagian terpaksa menjual aset seperti motor atau perhiasan untuk menutupi biaya hidup.
  • Penundaan Peremajaan Sawit: Program peremajaan tanaman sawit (replanting) mandek karena petani tidak mampu membeli bibit unggul yang harganya naik 15% (Rp8.000 ke Rp9.200 per batang).

b. Peternakan (NTP Turun 1,02%)

Komoditas Tertekan:

  • Ayam Ras Pedaging: Harga turun 1,63% (Rp32.500/kg ke Rp31.900/kg) karena kelebihan pasokan pasca-panen raya. Peternak di Deli Serdang terpaksa menjual 20% ternak sebelum usia panen optimal (35 hari) untuk mengurangi kerugian.
  • Sapi Potong: Penurunan 0,43% dipicu masuknya daging sapi impor dari Australia dengan harga Rp105.000/kg, lebih murah 8% dari daging lokal (Rp114.000/kg).

Ironi Biaya Produksi:

  • Pakan Ternak Naik 2,1%: Harga jagung naik ke Rp5.300/kg (+3%) dan konsentrat pakan ayam naik ke Rp9.800/kg (+2,5%) seiring kenaikan harga pupuk Urea (Rp3.200/kg ke Rp3.450/kg).
  • Kenaikan Tarif Listrik: Biaya operasional kandang ayam meningkat 5% setelah tarif listrik non-subsidi naik ke Rp1.800/kWh.

2. Hortikultura Naik 6,55%: Sayuran Jadi Pahlawan di Tengah Resesi Subsektor

Komoditas Unggulan:

  • Kol Simalungun: Harga melonjak 22% (Rp4.500/kg ke Rp5.500/kg) karena gagal panen di sentra Karo akibat serangan hama ulat kubis (Plutella xylostella) yang merusak 40% lahan.
  • Cabai Rawit: Naik 18% (Rp35.000/kg ke Rp41.300/kg) imbas curah hujan ekstrem di Langkat yang merendam 30% lahan dan memicu busuk akar.

Kontradiksi Buah-Buahan:

  • Jeruk Sipirok Turun 3,24%: Harga anjlok ke Rp12.000/kg dari Rp12.400/kg karena panen berlebihan di Tapanuli Selatan. Petani jeruk di Sipirok kehilangan Rp2 juta per hektar akibat biaya panen yang tidak tertutup penjualan.

3. Biaya Produksi Melambung: Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) Naik 0,38%

Komponen Penggerak Kenaikan:

  • Pupuk NPK: Harga naik 5,3% (Rp4.000/kg ke Rp4.212/kg) karena kelangkaan stok di tingkat distributor. Petani di Labuhan Batu harus antre 3-5 hari untuk mendapatkan jatah pupuk bersubsidi.
  • Transportasi: Tarif angkut truk naik 7% (Rp1.500/km ke Rp1.605/km) setelah harga solar nonsubsidi mencapai Rp12.000/liter.
  • Beras Konsumsi: Harga beras medium naik 2,1% (Rp12.800/kg ke Rp13.100/kg) meski panen Januari, diduga akibat spekulasi pedagang besar.

Respons Petani:

  • Penghematan Biaya: Kelompok Tani Sejahtera di Pematangsiantar mengurangi penggunaan traktor dari 5 kali menjadi 2 kali sebulan dan menggantinya dengan tenaga manual.
  • Pinjaman Darurat: 30% petani di Simalungun mengajukan pinjaman ke koperasi dengan bunga 10% per bulan untuk membeli pupuk.

4. Perikanan Stagnan: Budidaya Ikan Air Tawar Terhimpit Biaya Pakan

Perikanan Tangkap vs. Budidaya:

  • Perikanan Tangkap (+0,21%): Harga ikan kembung naik 1,2% (Rp28.000/kg ke Rp28.336/kg) karena penurunan hasil tangkapan di Selat Malaka akibat gelombang tinggi.
  • Perikanan Budidaya (-0,42%): Harga lele turun 3,1% (Rp22.000/kg ke Rp21.320/kg) imbas panen massal di Asahan. Pembudidaya di daerah ini mengalami kerugian Rp1,5 juta per kolam.

Krisis Pakan Ikan:

  • Pelet Ikan Naik 8%: Harga pelet berbahan kedelai impor melonjak ke Rp12.960/kg dari Rp12.000/kg karena depresiasi rupiah terhadap dolar AS (Rp16.200 ke Rp16.500).

5. Dampak Sosial-Ekonomi: Daya Beli Petani Menyusut, Ancaman Alih Fungsi Lahan

Simulasi Kerugian Petani:

  • Contoh Kasus: Petani sawit di Serdang Bedagai dengan luas lahan 2 hektar kehilangan pendapatan Rp1,2 juta/bulan. Biaya produksi Rp3,4 juta/bulan (pupuk, tenaga kerja, transportasi) tidak sebanding dengan pendapatan Rp2,2 juta dari penjualan TBS.

Respons Darurat Petani:

  • Pengurangan Pemupukan: 45% petani sawit mengurangi dosis pupuk dari 500 kg/hektar menjadi 300 kg/hektar, berisiko menurunkan produktivitas 20% dalam 6 bulan.
  • Penjualan Aset: 15% peternak ayam di Deli Serdang menjual ternak sebelum usia panen untuk membayar utang.

Peringatan Ahli:

  • Alih Fungsi Lahan: Prof. Rina Suryani (Univ. Sumatera Utara) memprediksi 5.000 hektar lahan sawit di Sumut akan dialihfungsikan ke sawah atau kebun sayur jika harga TBS bertahan di bawah Rp1.600/kg hingga Maret 2025.

6. Intervensi Darurat Pemerintah: Bantuan Tunai dan Stabilisasi Harga

Program Jangka Pendek:

  • BLT Pertanian Rp600.000/KK: Diberikan kepada 200.000 rumah tangga petani terdampak di 8 kabupaten, termasuk Deli Serdang dan Simalungun. Pencairan dana dijadwalkan mulai 15 Februari 2025.
  • Operasi Pasar Khusus (OPK): Pemerintah menyiapkan 500 ton beras dan 50 ton cabai untuk dijual 20% di bawah harga pasar di 15 kabupaten rawan inflasi, seperti Langkat dan Karo.

Kebijakan Jangka Panjang:

  • Cold Storage Hortikultura: Pembangunan 4 unit cold storage berkapasitas 1.000 ton di Simalungun dan Karo (APBD 2025: Rp85 miliar) untuk mengurangi kehilangan hasil panen sayuran.
  • Pelatihan Diversifikasi Produk: Petani sawit di bawah bimbingan Dinas Perkebunan dilatih mengolah minyak goreng kemasan UMKM dengan margin keuntungan 25%, lebih tinggi dari menjual TBS (10%).

7. Proyeksi 2025: El Nino dan Ancaman Krisis Pangan

Dampak El Niño:

  • Penurunan Produksi Padi 8%: BMKG memprediksi fenomena El Nino moderat pada April-Agustus 2025 akan mengurangi curah hujan di Sumut hingga 40%, mengancam 120.000 hektar sawah tadah hujan di Simalungun dan Toba.
  • Kenaikan Harga Beras: Analis memperkirakan harga beras medium bisa mencapai Rp14.000/kg (+7%) jika panen April gagal.

Kesiapan Pemerintah:

  • Cadangan Beras Pemerintah: Bulog Sumut menyiapkan 350.000 ton beras untuk operasi pasar dan bantuan sosial.
  • Pompa Irigasi Darurat: 1.200 unit pompa air akan disebar ke daerah rawan kekeringan seperti Labuhan Batu dan Asahan.

Penurunan NTP Januari 2025 menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan. Di tengah gejolak harga global dan ancaman iklim, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan petani melalui skema kemitraan berkeadilan menjadi kunci menjaga stabilitas pangan dan kesejahteraan petani Sumatera Utara. Tanpa intervensi tepat waktu, risiko penurunan produksi dan eskalasi kemiskinan pedesaan semakin nyata.

Tonton Video Program

Baca Juga