Cina dan AS Kembali Beradu Tarif: Perang Dagang Memanas karena Isu Narkotika

Cina dan AS Kembali Beradu Tarif

Efarinatv.net – Tarif baru yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap seluruh barang impor dari Cina mulai berlaku pada Selasa pagi, tepatnya pukul 12.01 waktu setempat (05.01 GMT). Langkah ini bertujuan menekan Cina agar menghentikan arus masuk fentanyl, opioid mematikan, ke Amerika Serikat.

Hanya dalam hitungan menit, Cina langsung merespons dengan mengumumkan tarif baru atas beberapa produk asal AS—mulai dari batu bara, gas alam cair, minyak mentah, peralatan pertanian, hingga jenis kendaraan tertentu. Pemberlakuan tarif balasan tersebut dijadwalkan efektif pada 10 Februari.

Langkah Ekstra: Kontrol Ekspor Mineral Strategis

Selain menetapkan tarif balasan, Cina juga mengumumkan kontrol ekspor atas sejumlah mineral penting dan produk terkait, antara lain tungsten, tellurium, ruthenium, molybdenum, dan beberapa barang turunan ruthenium.

Kementerian Perdagangan dan Administrasi Bea Cukai Cina menegaskan kebijakan ini diperlukan untuk melindungi kepentingan keamanan nasional. Langkah tersebut menambah kompleksitas situasi perdagangan sekaligus memperkuat sinyal bahwa Cina tidak segan-segan memanfaatkan sektor strategisnya sebagai alat negosiasi.

Kontras dengan Kebijakan terhadap Meksiko dan Kanada

Di tengah ketegangan dengan Cina, Trump justru menangguhkan rencana tarif 25% terhadap Meksiko dan Kanada pada menit-menit terakhir. Keputusan ini diambil setelah AS menyepakati jeda waktu 30 hari demi mengadakan pembicaraan lebih lanjut mengenai pengetatan keamanan perbatasan dan penegakan hukum terhadap kejahatan lintas negara.

Perbedaan pendekatan terhadap negara tetangganya itu memperjelas bahwa kebijakan tarif AS pada dasarnya bersifat fleksibel, bergantung pada agenda politik dan keamanan dalam negeri.

Sejarah Singkat Perang Dagang AS-Cina

Ketegangan dagang antara AS dan Cina sudah terjadi sejak 2018 ketika Trump memulai perang tarif besar-besaran. Kedua negara memberlakukan pajak impor terhadap ratusan miliar dolar AS barang satu sama lain, yang berdampak serius pada rantai pasokan global dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Pada 2020, Cina sempat menyepakati rencana peningkatan pembelian produk AS senilai 200 miliar dolar per tahun guna menghentikan eskalasi tarif. Namun, penerapannya terhambat oleh pandemi COVID-19, dan data bea cukai Cina terkini menunjukkan defisit perdagangan AS dengan Cina justru melebar hingga 361 miliar dolar AS.

Peringatan dan Prospek Eskalasi

Lembaga riset Oxford Economics dalam laporannya memprediksi potensi penerapan tarif lanjutan mengingat perang dagang kali ini masih berada pada tahap awal. Peringatan ini diiringi dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina. Trump juga menegaskan dirinya tak segan menaikkan tarif lebih tinggi jika Cina tak segera menghentikan arus fentanyl.

Sementara itu, Cina menilai fentanyl adalah masalah internal AS dan berniat melaporkan kebijakan tarif AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah Cina juga menyatakan masih membuka pintu bagi negosiasi baru.

Absennya Komunikasi Langsung antara Pemimpin Kedua Negara

Seorang juru bicara Gedung Putih menyebut Trump tidak akan berbicara dengan Presiden Xi Jinping hingga akhir pekan.

Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa negosiasi mungkin tidak segera berlangsung, padahal meningkatnya tensi dan ancaman balasan di kedua sisi bisa memicu efek domino bagi perekonomian global.

Pengaruh Terhadap Ekonomi Global

Gelombang baru perang tarif AS-Cina diprediksi mengganggu pasar keuangan, menambah tekanan pada rantai pasokan internasional, dan memicu kenaikan harga barang konsumsi. Dengan demikian, pemulihan ekonomi dunia yang baru mulai terwujud pascapandemi COVID-19 berpotensi mengalami perlambatan.

Para pengamat menunggu apakah kedua negara akan bersedia meredakan situasi lewat perundingan tingkat tinggi atau justru memilih melanjutkan strategi saling serang tarif yang dapat meningkatkan ketidakpastian global.

Tonton Video Program

Baca Juga